Minggu, 19 Juni 2011

6.3         Teori Due Care
Teori due care ini menjelaskan bagaimana produsn bertindak dalm menjalankan kewajibanya terhadap hak-hak konsumen mengingat bahwa produsen memiliki posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan konsumen, sehingga kewajiban produsen disini adalah bahwa produsen menjamin kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang ditawarkan.
Pandangan ini mengasumsikan bahwa produsen yang lebih memilki keahlian dan keuntungan, harus memberikan suatu produk yang sesuai dengan klaim yang dibuat dan memastikan bahwa tidak ada konsumen yang terluka ats penggunaan produk tersebut.
Oleh karena itu jika produsen gagal dalam melakukan kewajiban tersebut, maka produsen dianggap lalai dalam melakukan tugasnya memberikan perhatian terhadapkonsumen yang harusnya hal itu dapat dilakukan secara utuh. Untuk menghindari hal itu, maka produsen harus melakukan tindakan preventif terhadap kesalahan-kesalahan yang mungkin menyebabkan hasil produksi tersebut menjadi tidak secara utuh memiliki nilai utilitas yang telah di klaim oleh produsen. Adapun tindakan preventif tersebut dapat berupa memasukkan perhatian pada desain produk, proses pembuatan, proses kendali mutu yang dipakai untuk menguji dan mengawasi produksi, serta peringatan, label, dan instruksi yang ditempelkan pada label. Tidak berhenti samapi disitu, perhatian produsen juga di tujukan pada saat terjadinya pengeluaran barang dari parbrik dan memastikan barang tersebut dalam kondisi yang tetap dan utuh secara kualitas dan bentuk fisiknya. Terlepas dari jangkauan produsen, para produsen juga berkewajiban memantau aktivitas dari distribusi dan memberikan penjelasan mengenai bagaimana melakukan perawatan terhadap barang tersebut sehingga tidak mengalami pengurangan nilai kualitas.

“Prinsip ini menitikberatkan  pada perspektif nilai moral memberi perhatian, dimana seseorang harus memberikan perhatian khusus terhadap orang lain yang memiliki hubungan, khususnya hubungan ketergantungan, layaknya seperti seorang ibu dan anaknya.”

6.4         Pandangan Biaya Sosial Tentang Kewajiban Perusahaan
Pandangan biaya sosial ini muncul dari adanya sisi pertanggung jawaban yang hadir dalam sisi produsen terhadap kecelakaan yang mungkin terjadi pada konsumen akibat penggunaan barang. Teori ini membahas bagaimana biaya yang timbul dari pertanggungjawaban tersebut yang nantinya akan ditanggungkan pada konsumen melalui biaya sosial dan kemdian di internalisasikan terhadap harga barang.
Pandangan ini menganggap bahwa teori biaya sosial akan mengarahkan pada titik keefektifan dalam penggunaan sumberdaya. pendapat tersebut didukung oleh beberapa argument antara lain:
1.    Harga jual yang ada akan merefleksikan semua jumlah biaya yang ada dan kekeuatan pasar akan menunjukkan tingkat dimana konsumen mampu menyerapnya sehingga produsen tidak overload dalam memproduksinya dan sumber daya yang digunakan lebih efesien.
2.    Karena produsen akan menanggung biaya tersebut maka produsen akan secara otomatis memberikan perhatian khusu terhadap produknya yang menyebabkan berkurangnya tingkat kecelakaan
3.    Internalisasi biaya sosial tersebut akan memungkinkan produsen untuk mendistribusikan beban tersebut sama rata pada konsumen  sehingga tidak di tanggung oleh satu konsumen yang tidak harusnya menanggung secara utuh.

Masalah dengan Pandangan Sosial
      Beberapa kritik tentang pandangan sosial dijelaskan sebagai berikut:
1.    Biaya sosial tidak menerapkan prinsip keadilan, dimana biaya ini hanya berfokus pada tanggung jawab secara parsial yaitu perusahaan. Dalam sisi lain penggambaran biaya sosial yang di internalisasikan  mengasumsikan dimana biaya sosial ini akan di bebankan pada semua konsmen yang membeli produk tersebut yang pada faktanya tidak semua konsumen menikmati biaya tersebut dikarenakan tidak semua konsumen mengalami kecelakaan terhadap penggunaan barang tersebut.
2.    Membebankan semua biaya sosial akan dianggap mengurangi kecelakaan, asumsi ini dinilai keliru, karena dengan begitu, konsumen akan merasa tidak menanggung biaya tersebut,sehingga konsumen akan menjadi semakin ceroboh.
3.    Tingginya nilai ganti rugi yang diajukan oleh konsumen atas kecelakaan penggunaan produk terlepas dari unsure kesalahan perusahaan atau kecerobohan konsumen akan menyebabkan kerugian yang besar pada sisi produsen

6.5         ETIKA IKLAN
Definisi Iklan
Iklan adalah suatu media penyampaian informasi secara public tentang suatu hal atau barang yang yang akan dijual atau di promosikan kepada konsumen.

Pengaruh Sosial Iklan
Iklan memberikan pengaruh secara psikologi yaitu bahwa iklan secara tidak langsung merendahkan citarasa public dengan memberikan tampilan iklan yang menjengkelkan atau secara estetis tidak menyenangkan. Hal ini diharapkan mampu mencolok dan menarik perhatian dari konsumen
Kedua, bahwa iklan memberikan kesan merendahkan citarasa public dengan secara  halus memberikan gambaran bagaimana seseorang dapat mencapai kebahagiaan yang pada kenyataannya tidak selalu benar.


Iklan dan Pembentukan Keinginan Konsomen        
Kontex ini menjelaskan bahwa iklan berkesan manipulatif, dimana iklan akan berusaha menciptakan keinginan dari hasil manipulatif tersebut untuk berkeinginan  membeli produk yang tujunnya adalah penyerapan output industri. Efek yang ditimblakan adalah bahwa tidak semua konsumen mampu membuat prioritas dalam pemenuhan kebutuhannya dan tidak semua konsumen mampu menyerap iklan tersebut dengan benar dan sesuai. Domino efek yang dihasilkan adalh keputusan yang salah oleh konsumen dalam melakukan pembelian barang yang di mkasudkan sebagai pemenuhan kebutuhan yang seharusnya.

            Iklan dan Pengaruhnya Terhadap Keyakinan Konsumen
Iklan pada dasarnya adalah mdia informasi penyampaian berita, sehingga dalam tindaklanjutnya akan ditemukan dua hal yaitu adanya bentuk kepercayaan dan ketidakpercayaan terhadap iklan tersebut. Hal ynag menjadi masalah adalah adanya iklan penipuan yang kerap muncul pada iklan-iklan modern.
Penipuan iklan ini dapat diidentifikasikan dengan pemberian informasi yang hiperbolik mengenai informasi barang yang di iklankan, sehingga mampu merubah keyakianan konsumen akan kebutuhan yang harusnya menjadi prioritas sekunder bergeser menjadi prioritas primer.


6.6         Privasi Konsumen
Hak untuk memperoleh privasi adalah hak yang dimilki tiap individu untuk tidak diganggu atau dapat dikatakan jika di fokuskan maka hak privasi adalah hak setiap individu dalam hidupnya untuk tidak di matai-matai dalam berbagai hal dan tindakan. Tujuan dari hak ini adalah untuk memberikan kekebasan pada tiap individu untuk mengejar keinginan-keinginan pribadi dan melindunginya agar tidak diganggu oleh orang lain.
Dalam beberapa hal yang memungkinkan hak privasi ini  haruslah berimbang dengan kewajiban yang berkenaan dengan hak orang lain. Dimana dapat kita ambil contoh bahwa hak privasi orang haruslah diketahui oleh beberapa pihak untuk memnuhi kewajibannya yang menjadi haknya untuk memenuhi kewajiban pada yang memiliki hak privasi tersebut. Contoh adalah nasabah yang mengajukan pinjaman pada bank dimana bank tersebut menuntut nasabah tersebut untuk memberikan informasi tentang keuangan yang menjadi hakmprivasi guna memenhi hak dari bank tersebut yang nantinya diguanakan sebagai pemnuhan kewajiban terhadapa pemilik hal tersebut atau nasabah.
Menanggapi conctoh diatas maka di usulkan beberapa karateristik dalam menanggapi hubungan antara kebutuhan bisnis dan hak privasi, antara lain:
a.    Relevansi
Database yang memuat informasi harus relevan dengan kebutuhan dan tujuan penggunaannya.
b.    Pemberitahuan
Pihak yang mengumpulkan informasi harus menginformasikan pada konsumen bahwa mereka bertugas mengumpulkan data dan untuk apa data tersebut digunakan.
c.    Persetujuan
Sebuah perusahaan hanya dibenarkan mengumpulkan informasi jika konsumen telah memberikan persetujuan dalam hal ini
d.    Ketepatan
Agen yang bertugas mengumpulkan informasi harus memastikan bahwa informasi yang dikumpulakn adalah sesuai dan melakukan penggantian informasi jika ternyata terdapat kesalahan.
e.    Tujuan
Tujuan dari pengumpulan informasi tersebut haruslah sah dan benar digunakan untuk tujuan yang telah diinformasikan pada konsumen sebelumnya.
f.      Penerima dan keamanan
Agen yang mengumpulkan informasi tersebut haruslah menjamin bahwa informasi tersebut akan digunakan oleh yang berkepentingan dan tidak merugikan konsumen.
Regrads,

Moch.Hendra Kurniawan
821.510.9128

Tidak ada komentar:

Posting Komentar