Minggu, 19 Juni 2011

 


Bab II
Prinsip-Prinsip Etis dalam Bisnis
Pendahuluan
Dalam sebuah bisnis yang beroperasi, sudah tentu perusahaan akan mendayagunakan semua sumber daya yang dimilki agar mendapatkan keuntungan yang optimal, melalui operasional yang efisien dan efektif. Dalam rangka optimalisasi hasil dari sebuah operasioanal suatu perusahaan maka perlu diadakan optimalisasi juga terhadap sumber daya yang digunakan. Suatu bentuk optimalisasi terhadap sumber daya ini salah satunya adalah bagaimana menciptakan suatu kinerja yang optimum dari para pekerja (sumber daya manusia). Pendelegasian tugas sesuai dengan skill dan nilai salary yang didapat dianggap merupakan salah satunya yang efektif dalam menciptakan dan mendongkrak efektifitas kerja. Hal ini dianggap efektif karena kebijaksanaan ini bersifat obyektif dengan tidak membedakan penerimaan (salary) pegawai atau pemberian jabatan sesuai dengan unsur golongan atau Ras. Agumen  ini jugalah  yang digunakan oleh para CEO Caltex-sebuah perusahaan minyak amerika yang didirikan  pada tahun 1980 oleh Texaco dan Standart Oil di daerah afrika selatan- untuk tetap berdomisili dan menjalankan kegiatan di Afrika Selatan. Permasalahan ini terjadi ketika politik Apartheid -sebuah politik yang membedakan suatu tingkat kesejahteraan  dan kepentingan berbagai hal dari Ras- masih menjadi tiang peradaban didaerah tersebut. Caltex, dianggap menutupi sebuah revolusi yang akan terjadi. Hal ini di karenakan dalam system management yang digunakan Caltex tidaklah menganut rezim Apharteid. Tetapi banyak pertentangan yang mewarnai permasalahan dilema yang melanda daerah afrika selatan ini, karena perdebatan apakah Caltex akan meneruskan operasionalnya di Afrika Selatan merupakan perdebatan moral. Perdebatan yang mengacu pertimbangan-pertimbangan moral yang dapat dikelompokkan menjadi empat jenis standart moral: utilitarianisme, hak, keadilan dan caring.
Bagi pihak yang kontra terhadap Caltex, mereka mengeklaim bahwa Caltex telah membebankan suatu tugas yang lebih berat pada orang-orang kulit hitam yang tidak dibebankan pada kulit putih. Tentunya ini mengacu pada pelanggaran nilai keadilan karena tidak mendistribusikan nilai keuntungan dan beban secara adil dan utuh pada anggota masyarakat dalam sebuah perusahaan dan penilaian atas pelanggaran hak yang didasarkan pada dimana hak kebebasan dan kesejahteraan orang lain harus dihormati.
Argument yang tidak kalah pentingnya dalam memandang prinsip moral dalam berbisnis juga dikemukakan oleh Caltex, menurut pandangan kaca mata mereka bahwa apabila perusahaan –caltex- tetap beroperasi di Afrika maka kesejahteraan orang kulit hitam dan putih akan meningkat, namun jika perusahaan menarik diri, maka orang-orang berkulit hitamlah yang akan menanggung kerugian paling besar. Argument  ini merupakan acuan implicit pada apa yang disebut standart moralitas utilitarian -sebuah prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar apabiala mampu menekan biaya social dan memberi keuntungan social yang lebih besar. Para CEO Caltex juga menegaskan bahwa mereka memberikan perhatian khusus dan bertanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan para pekerjanya.hal ini dapat dikaitkan sebagai etika memberi perhatian atau yang dikenal sebagai Caring.
Untuk mengetahui sejauhmana standart moralitas diatas digunakan dalam sebuah operasional perusahaan maka akan dibahas dalam bab kedua dalam kontex etika bisnis kali ini.

2.1  Utilitarianisme: Menimbang Biaya Dan Keuntungan Social
Pendekatan utilitarianisme atau yang sering juga disebut pendekatan konsekuensialis adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk semua pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu di evaluasi menurut keuntungan dan biaya yang dibebankan pada masyrakat. Pandangan ini mengasumsikan bahwa suatu tindakan yang benar akan memberikan keuntungan paling besar atau biaya paling kecil, atau dengan kata lain adalah pandangan yang merujuk pada pemaksimalan suatu keuntungan.
Bisnis adalah suatu tindakan yang berorientasikan pada profit baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dari dasar ini para pakar analis bisnis dan para ekonom menggunakan pendekatan ini sebagai instrument dalam menganlisis kelayakan bisnis. Mereka mengemukakan pendapat bahwa tindakan bisnis yang secara social bertanggung jawab adalah tindakan yang mampu memberikan keuntungan terbesar atau biaya yang paling rendah bagi masyarakat.
Suatu kejadian  yang dapat diamati sebagai pendekatan ini adalah kebijakan yang diambil oleh CEO Ford dalam memproduksi mobil PINTO-sebuah mobil yang dianggap memiliki kesalahan desain dalam penempatan tangki bahan bakar sehingga akan menyebabkan terjadi kecelakaan kebocoran bahan bakar dan menyebabkan suatu kematian akibat kebakaran oleh bocornya tangki tersebut. Dalam kondisi ini, Ceo Ford telah melakukan uji analisa terhadap permasalahan ini dengan alternative pemasangan lapisan karet terhadap tangki tersebut dengan biaya pemasangan yang menghabiskan      $ 137 juta-untuk produksi mobil 12.5 juta unit dengan rincian biaya pemasangan  $ 11 per unit. Untuk menganalisa  kebijakan tersebut, CEO Ford meggunakan analisa perbandingan utilitarian dengan membandingkan tingkat keuntungan dan beban yang nantinya akan ditanggung oleh masyarakat. Dalam perhitungan tersebut keuntungan yang di dapat dihitung dari nilai klaim asuransi dimana kecelakaan tersebut  akan di cover oleh pihak asuransi. Dengan rincian data statistk antara lain dapat mencegah 180 kematian dengan nilai cover $200.000, 180 korban luka berat dengan nilai cover $ 67.000 dan 2100 untuk penggantian mobil kecil dengan nilai cover    $ 700, maka perhitungan analisa ini dapat disajikan sebagai berikut:
Biaya
$ 11 x $ 12.5 juta  =  $ 137 juta
Keutungan
(180 kematian x $ 200.000) + (180 luka x $ 67.000) + (2100 kendaraan x $ 700)  = 49.15 juta
Dalam perhitungan ini dapat kita simpulkan bahwa biaya yang akan di tanggung masayarakat adalah 137 juta dengan keuntungan yang didapat 49.5 juta. Secara definisi dapat dikatakan bahwa  kita telah membuang uang masyarakat sebanyak $ 137 juta untuk memperoleh keuntungan senilai 49.5 juta. Maka dapat dipastikan Ceo Ford mengambil keputusan untuk tidak melakukan modifikasi terhadap tangki bahan bakar tersebut.
Tindakan yang menganut paham uitlitarianisme ini tidaklah sepenuhnya dianggap dan dikatakan benar oleh beberapa pihak karena mungkin dalam satu atau beberapa decade kedepan setelah si PINTO ini dipasarkan di pasaran dapat terindikasi adanya kecelakaan yang tidak sepenuhnya dapat diganti dengan nilai material moneter numeric.

2.1.1   Utilitarianisme Tradisional
Asal usul berdirinya paham utilitaianisme ini berasal dari Jeremy Bentham yang mencoba mengasumsikan nilai secara obyektif dalam membuat keputusan social secara etis. Tindakan yang tepat dari sudut pandang etis adalah dengan memilih kebijakan yang memberikan utilitas terbesar dari alternative yang ada. Secara singkat prinsip utilitarianisme ini menyatakan:
“Suatu tindakan dianggap benar dai sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang di hasilkan dari tindakan tersebutlebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan yang lain yang dapat diabaikan dengan koridor permasalahan yang sama.”

Prinsip ini dapat digambarkan dengan menambahkan semua keuntungan yang didapat dari suatu tindakan dan mengurangkan dengan semua biaya atau kerugian dari tindakan tersebut, dan selanjutnya membandingkan dan mentukan tindakan  mana yang akan dimbil.
Utilitarianisme dilakukan dengan hasil sigma akhir keuntungan lebih besar dari kerugian yang dianggap tidaklah selalu membiaskan tindakan yang benar. Kesalah-kesalahan yang kerap terjadi dalam pengambilan sikap utilitarianisme ini sering mengacu pada beberapa hal,yaitu:
a.    Prinsip utilitarian mengangap bahwa tindakan yang benar dalam situasi tertentu adalah yang menghasilkan utilitas terbesar dari pada tindakan yang lainnya, namun tindakan dianggap benar apabila menghasilkan utilitas yang paling besar terhadap semua orang yang terpengaruh oleh tindakan tersebut (termasuk orang yang melakukan tindakan) berpengaruh pada semua pihak.
b.    Prinsip utilitarian tidak menyatakan bahwa  tindakan yang memiliki keuntungan yang paling besar yang dianggap selalu benar, namun dalam prinsip ini hanya akan ada satu keputusan sikap tindakan yang benar-tindakan yang memberikan keuntungan paling besar dari keuntungan tindakan lain yang dilakukan.
c.    Tindakan utilitarian hanya mempertimbangkan konsekuensi yang terjadi secara langsung. Hal ini bertentangan dengan nilai moral pengambilan suatu kebijaksanaan moral yang mengatakan bahwa tindakan yang diambil harus melihat dari tiap individu dimasa sekarang dan efek bias yang terjadi dimasa mendatang baik secara langsung ataupun  tidak langsung.
Dengan demikian untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dalam mengambil suatu keputusan dapat di pertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
a.    Kita harus menentukan tindakan-tindakan atau kebijakan yang dapat digunakan dalam situasi tersebut.
b.    Menentukan pengaruh keuntungan dan kerugian atau biaya dari setiap tindakan alternative tersebut untuk setiap invidu baik dimasa sekarang ataupun masa yang akan datang.
c.    Alternative yang memiliki utilitas paling besar wajib dipilih sebagai kebijakan yang secara etis tepat.
Dalam berbagai kontex pengambilan keputusan suatu masalah prinsip utilitarianisme tampaknya dapat digunakan sebagai salah satuan acuan yang memberikan arguman mengapa menggunakan atau memilih suatu kebijakan. Dapat kita ambil contoh dari permasalahan ekonomi. Perhitungan suatu investasi dlam infrastuktur sangatlah bergantung dari nilai keuntungan yang di dapat dan mempertimbangkan biaya yang ada sekarang dan nilai proyeksi keuntungan dan biaya yang akan timbul di masa mendatang.
2.1.2  Masalah Pengukuran
Kesempurnaan pandangan mengenai paradigma utilitarianisme tampaknya terganjal oleh permasalahan pengukuran nilai utilitas dari setiap tindakan alternative yang akan menjadi obyek pengukuran. Hal ini disebakan oleh beberapa factor antara lain:
a.    Bagaimana nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang yang berbeda dapat diukur dan diperbandingkan seperti yang dinyatakan dalam uitlitarianisme? filsufnya seperti orang yang sama bekerja dalam posisi yang sama akan memiliki nilai utilitas yang berbeda, secara singkat dapat dijelaskan bahwa setiap orang memiliki tata nilai yang berbeda dalam mengasumsikan utilitas yang dirasakan.
b.    Sejumlah keuntungan dan kerugian tertentu tampaknya sangat sulit dinilai. Kita dapat mengambil contoh, bagaimana kita dapat menilai kesehatan dan nyawa seseorang? dalam pengertian yang lain dijelaskan bahwa tidak semua hal dapat dinilai dengan barometer moneter financial numeric.
c.    Banyak nilai dari keuntungan dan kerugian yang tidak dapat terprediksi dengan baik sehingga penilaian tidkalah akurat sedangkan prasyarat untuk melakukannya adalah penilaian yang obyektif.
d.    Adanya ketidakjelasan dalam menggolongkn sesuatu sebagai keuntungan dan sesuatu sebagai biaya atau kerugian.
e.    Asumsi utilitarianisme mengasumsikan bahwa semua barang dapat dikonversikan nilainya menjadi  sesuatu  nilai moneter yang dapat diperdagangkan namun pada kenyataannya tidaklah begitu. Kita ambil contoh apa yang dapat dipertukarkan dengan nilai kehidupan (nyawa) ? Dan apakah ada yang mau (dalam kondisi normal) ?

2.1.3  Tanggapan Utilitarian Terhadap Masalah Penilaian
Dari keberatan-keberatan yan dikemukakan diatas para kaum pemikir paham utilitarian memberikan sejumlah tanggapan, yaitu:
Pertama prinsip utilitarian memang menilai dari seberapa menguntungkannya suatu kebijakan yang diambil dalam lingkup social masyarakat luas. Idealnya memang harus dapat dikuantifikasikan dengan nilai keuntungan dan biaya yang berbentuk moneter financial numeric, namun apabila persyaratan ini tidak dapat dilakukan secara obyektif, maka dalam orientasinya dapat diperlonggar. Utilitarianisme hanya menegaskan bahwa kosekuensi dari semua tindakan haruslah dinyatakan dengan kejelasan dan ketepatan sebaik mungkin, dan bahwa semua informasi relevan sehubungan dengan konsekuensi-konsekuensi tersebut haruslah disajikan dalam bentuk yang memungkinkan untuk dilakukannya perbandingan dan pertimbangan secara sisitematis antara yang satu dengan yang lain. Dalam index perhitungan yang diinginkan maka secara otomatis nilai suatu hal tersebut harus dilakukan dengan perbandingan nilai secara numeric, tetapi bila hal ini tidak dapat dilakukan maka dapat menggunakan perbandingan nilai umum atau perbandingan akal sehat atas nilai-nilai komparatif dari berbagai hal. Seperti kita ambil contoh secara umum kita tahu bahwa kanker lebih berbahaya dari pada flu, siapa pun yang menderitanya.
Tanggapan kedua dari kaum penganut paham utilitarian adalah mereka membedakan sifat suatu tindakan menjadi dua hal, yaitu yang bersifat Instrumental dan bersifat Intrinsic. Bersifat instrumental maksudnya adalah tindakan ini dilakukan hanya karena mengarahkan pada suatu nilai-nilai kebaikan, sedangkan tindakan atau hal yang bersifat intrinsic ini maksudnya tindakan yang diiginkan karena memang diinginkan. Untuk memahaminya marilah kita ambil contoh, seseorang yang sakit akan berobat ke dokter  untuk menyembuhkan penyakitnya dan pada dasarnya semua orang ingin selalu dalam keadaan sehat. Pernyataan berobat ke dokter merupakan tindakan yang bersifat instrumental dan keinginan semua orang untuk selalu dalam kondisi yang sehat adalah bentuk tindakan intrinsic. Jadi dapat diambil kesimpulan secara implisit bahwa nilai intrinsic akan menjadi di utamakan atau memiliki prioritas yang lebih dari pada nilai instrumental. Dalam sejumlah situasi dapat kita asumsikan bahwa uang yang merupakan barang instrumental tidak boleh diprioritaskan terhadap kehidupan atau kesehatan yang dalam hal ini memiliki nilai-nilai instrinsik.
Tanggapan ketiga yang mereka asumsikan untuk membedakan nilai guna sesuatu adalah dari tingkat kebutuhan dan keinginan. Dalam lingkup ini merek beranggapan kebutuhan memiliki nilai prioritas yang lebih utama dibandingkan nilai kebutuhan seseorang. Filsuf ini beranggapan mengenai kebutuhan dasar seseorang manusia yang harus di penuhi yang meliputi makanan, pakaian dan tempat tinggal serta keamanan yang lebih diutamakan dari pada sesuatu hal yang di inginkan. Meskipun tidak semua keinginan yang tidak dibutuhkan secara mendasar. Tapi jelaslah semua yang menjadi keinginan tidak sepenting tingkat sesuatu yang dibutuhkan.
Tapi tolak ukur yang pasti dari pendekatan melalui asumsi akal sehat ini tidaklah dapat digunakan sebagai acuan yang obyektif dikarenakan dalam asumsi sebuah pemikiran maka perbedaan pendapat adalah hal yang sangat wajar meskipun semuanya berkiblat pada pemikiran akal sehat, tetapi dalam beberapa hal akan ditemukan beberapa perbedaan antara satu kelompok dan kelompok yang lainnya dengan begitu maka pendekatan ini dikatakan tidak obyektif karena memihak pada satu kelompok.

2.1.4   Masalah Hak dan Keadilan
Hambatan utama prinsip utilitarianisme ini adalah prinsip ini tidak mampu menghadapi dua jenis permasalahan moral yaitu permasalahan yang berkaitan dengan hak dan keadilan. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa dalam melakukan prinsip utilitarianisme ini seseorang dapat mengambil kebijakan  yang secara moral dibenarkan tetapi melanggar hak-hak orang orang lain yang berarti tindakan ini jauh dari prinsip keadilan.
Hambatan lain adalah bahwa utilitarianisme juga bisa salah jika di terapkan pada situasi-situasi yang berkaitan dengan keadilan social. Dalam beberapa contoh yang dapat kita amati adalah seorang pekerja yang mungkin melakukan pekerjaan yang tidak diinginkan oleh kebanyakan orang dengan gaji yang sangat rendah, tapi disisi lain ada sebagian masyarakat yang justru benar-benar merasakan manfaat dari pekerjaan tersebut dengan nilai manfaat yang tinggi dan harga yang relative lebih rendah. Fakta ini sering terjadi disekitar kita yang terkadang kita sering mengabaikannya begitu saja. Hal yang dapat kita baca adalah bahwa dalam kasus ini, terdapat kesenangan social terhadap prinsip keadilan yang berlaku pada kedua sisi masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu.

2.1.5   Tanggapan Utilitarian Terhadap Pertimbangan Hak Dan Keadilan
Dalam menghadapi kritikan dari para kritikus yang menentang, para utilitarian menggunakan prinsip utilitarian alternative yang cukup penting dan berpengaruh, yang disebut dengan RULE-UTILITARIANISME (peraturan utilitarianisme). Teori ini memiliki dua bagain yang penting yang dapat menjawab kritikan yang telah diajukan oleh para kritikus, adapun dua bagian tersebut adalah:
a.    suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang/etis jika dan hanya jika tindakan tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar.
b.    Sebuah peraturan moral dikatakan benar jika dan hanya jika jumlah utilitas total yang dihasilkannya; jika semua orang yang mengikuti peraturan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang diperoleh; jika semua orang mengikuti peraturan moral alternative lainnya.
Dengan demikian suatu tindakan yang mampu memberikan utilitas paling besar tidak membenarkan tindakan tersebut dari sudut pandang etis. Dalam Rule Utilitarianisme ini kedua syarat haruslah terpenuhi secara utuh baru dapat di katakan tindakan yang paling etis  dari sudut pandang moralitas yang benar.

2.2    Hak dan kewajiban
 2.2.1  Konsep hak
Secara umum, hak dapat diartikan  sebagai klaim atau kepemilikan individu atau sesuatu atau juga bisa dijelaskan sebagai suatu kondisi dimana seseorang memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu cara tertentu atau jika orang lain berkewajiban melakukan tindakan dalam suatu cara tertentu kepadanya. Tetapi dalam dimensinya hak dpat dibagi dalam range dimana hak tersebut diterapkan, sebagai contoh hak hukum, hak moral atau hak asasi manusia. Hak hukum misalnya, dapat kita artikan sebagai suatu hak yang lahir dari system hukum yang memungkinkan atau mengizinkan seseorang untuk bertindak dalam suatu cara tertentu atau mewajibkan orang lain bertindak dalamsuatu cara tertentu tehadap orang yang memiliki hak tersebut. Lain halnya dengan hak moral atau sering kita sebut dengan hak asasi manusia. Hak ini lahir dari suatu system standart moral yang tidak bergantung pada system hukum tertentu. Dalam HAM ini seseorang memilki izin atau diberi kewenangan untuk melakukan sesuatu atau berhak memiliki sesuatu.
Hak adalah sarana atau cara yang penting dimana bertujuan agar seseorang dapat memilihi dengan bebas apapun kepentingan atau aktivitas mereka dan melindungi pilihan-pilihan mereka.
Dalam penulisan kali ini akan dibahas lebih dalam mengenai hak moral. Hak moral adalah sebuah hak yang menetapkan larangan dan kewajiban pada orang lain yang memungkinkan seseorang untuk memilih dengan bebas kepentingan atau aktivitas yang akan dilakukan. Hak ini mencakup segala tindakan yang boleh dilakukaan-dalam pelaksanaannya dapat dibantu oleh orang lain- dengan  batasan hak-hak tertentu.

Hak moral memiliki tiga karateristik, antara lain:
a.    Hak moral sangat erat kaitannya dengan dengan kewajiban. Hal ini dikarenakan hak seseorang biasanya didefinisikan-setidaknya secara parsial-dalam kaitannya dengan kewajiban moral seseorang untuk memenuhi kewajibannya terhadap orang yang memiliki hak tersebut.
b.    Hak moral memberikan kesetaraan dan otonomi dalam mencari kepentingan-kepentingan mereka. Dengan kata lain, hak menunjukkan aktivitas yang bebas mereka cari atau tidak mereka cari.
c.    Hak moral memberikan dasar untuk membenarkan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dan untuk melindungi dan membantu orang lain.
Dengan adanya ketiga karateristik tersebut maka hak moral memberikan hak dasar dalam membuat keputusan moral yang secara substansial berbeda dari standart-standart utilitarianisme. Tapi pengertian berbeda dengan standart utilitarianisme, bukanlah terbebas dari pertimbangan utilitarianisme- jika keuntungan atau kerugian yang diterima masyarakat menjadi cukup besar, maka hal itu dapat menjadi alasan untuk melampaui batas hak seseorang dalam mencari kepentingan atau tujuan-tujuannya.
2.2.2   Hak Negative dan Hak Positif
Hak negative adalah sebuah fakta dimana hak-hak yang termasuk di dalamnya dapat didefinisikan sepenuhnya dalam kaitannya dengan kewajiban orang lain untuk tidak ikut campur dalam aktifitas-aktifitas tertentu dari orang yang memiliki hak tersebut. Dapat dicontohkan apabila saya mempunyai hak privasi maka tidak ada satu pun orang yang boleh ikut campur dalam mengatur hak privasi saya tersebut.
Sebaliknya, Hak positif adalah suatu hak yang tidak hanya memberikan kewajiban negative, namun juga mengimplikasikan bahwa pihak lain-tak jelas siapa mereka-memiliki kewajiban positif untuk memberikan pemenuhan atas hak yang dimiliki oleh sang pemilk hak  positif tersebut. Dapat kita ambil contoh  apabila saya seorang individu yang memilki hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghiduapan yang layak, maka jika pada kenyataannya saya tidak mampu mencukupi hal tersebut maka, pihak lain (mungkin dalam kontex ini pemerintah) akan memberikan saya pekerjaan yang layak  sehingga saya dapat dapat memperoleh penghasilan yang layak.



2.2.3   Hak Dan Kewajiban Kontraktual
Hak dan kewajiban kontraktual sering disebut juga sebagai hak dan kewajiban khusus. Hak ini di artikan sebagai hak terbatas dan kewajiban korelatif yang muncul saat seseorang membuat perjanjian dengan orang lain. Secara  mudah dapat kita ambil contoh, jika saya setuju atas pembuatan tugas review chapter per bab atas permintaan anda, maka anda berhak atas apa yang saya lakukan-anda memperoleh hak kontraktual atas apa yang saya kerjakan, dan saya mempunyai tugas kontraktual untuk pemenuhan tugas seperti yang saya janjikan.
Hak dan kewajiban kontraktual dapat dibedakan dalam beberapa karateristik,  antara lain:
    1. Fakta bahwa keduanya berkaitan dengan individu-individu tertentu dan kewajiban korelatif hanya dibebankan pada individu tertentu. Contoh jika saya  setuju melakukan sesuatu untuk anda, tidak berarti semua orang lain memilki hak atas apa yang saya lakukan dan saya juga tidak punya kewajiban baru terhadap mereka.
    2. hak kontraktual muncul dari suatu transaksi tertentu anatara individu –individu tertentu.
    3. Hak dan kewajiban kontraktual bergantung pada ketentuan atau peraturan yang diterima public, system yang mengatur tentang transaksi yang memunculkan hak dan kewajiban tersebut., kita ambil kontrak misalnya, menciptakan kewajiban dan tertentu terhadap anggota yang terlibat didalamnya, dimana akan ada pemenuhan hak tas kewajiban orang lain sesuai dengan apa yang telah di tentukan dalam perjanjian tersebut.

2.2.4   Dasar Hak Moral: Kant
Pertanyaan yang sering muncul adalah “bagaimana kita mengetahui seseorang memilki hak?” Dalam kaitannya dengan hak hukum, maka dapat kita jawab sebagai berikut “seseorang memiliki hak hukum karena dia tinggal di suatu tempat tertentu yang memberlakukan hukum dan menjamin hak-hak tersebut. namun hal ini tidak dapat disamakan dengan  hak moral, karena kita juga tidak dapat menggolongkan dasar-dasar dari hak moral.
Namun pandangan baru mengenai dasar yang lebih baik datang dari Immanuel Kant (1724-1804). Menurut kaca mata Kant, prinsip moral yang benar adalah sebuah prinsip moral yang mewajibkan semua orang diperlakukan secara bebas dan sederajat dengan yang lain. Dapat diperjelas, bahwa semua orang memiliki hak moral atas perlakuan tersebut dan semua orang memiliki kewajiban korelatif untuk memperlakukan orang lain dengan cara yang sama. Kant memberikan dua cara merumuskan prinsip yang akan dijelaskan sebagai arti dan hak serta kewaiban moral korelatifnya.

2.2.5   Rumusan Pertama Perintah Kategaoris Kant
Perintah Kant dapat dituliskan sebagai berikut: saya tidak boleh melakukan tindakan kecualidalam suatu cara yang juga dapat saya kehendaki agar maxim-alasan kuat seseorang dalam situasi tertentu untuk melakukan apa yang dia rencanakan- saya menjadi hukum universal.
Rumusan pertama kant ini diambil dari sebuah prinsip:
“Sebuah tindakan secara moral benar bagi seseorang dalam suatu situasi jika dan hanya jika, alasan orang tersebut melakukan tindakan itu adalah alasan yang dipilih oleh semua orang dalam situasi yang sama.”

Dalam rumusan Kant yang pertama ini mencakup dua criteria, antara lain:
UNIVERSALISABILITAS: alasan seseorang dalam melakukan sesuatu
haruslah alasan yang dapat diterima oleh semua orang, setidaknya dalam hal prinsip.
REVERSIBILITAS: alasan seseorang melakukan tindakan haruslah alasan yang bisa dia terima jika orang lain menggunakannya pada dirinya sendiri, atau bahkan sebagai dasar bagaimana mereka memperlakukan dirinya.

2.2.6   Rumusan Kedua Perintah Kant
Rumusan kedua yang diberikan adalah: “bertindaklah dalam suatu cara seperti anda memperlakukan semua manusia, baik terhadap diri sendiri atau orang lain, bukan hanya sebagai sarana, namun juga sebagai tujuan, atau jangan memperlakukan orang lain hanya sebagai sarana, namun sebagai tujuan.”
Memperlakukan orang sebagai tujuan? Mungkin itu tanda tanya besar yang menghinggapi pemikiran kita saat mempelajari rumusan kedua Kand ini. Yang dimaksudkan Kant sebenarnya adalah bahwa semua orang harus memperlakukan orang lain sebagai makhluq yang eksistensinya sebagai individu yang rasional, harus dihormati. Hal ini mengimplikasikan kita pada dua hal,yaitu:
a.    Menghormati kebebasan semua orang sesuai dengan apa yang mereka setujui sebelumnya
b.    Mengembangkan kapasitas setiap invidu untuk mengembangkan pilihan hidup sesuai dengan apa yang mereka kehendaki.
Sebuah penuturan yang menjadi dasar bagi perintah kedua kant ini adalah:
“Suatu tindakan secara moral benar bagi seseorang jika, dan hanya jika, dalam melakukannya tersebut tidak hanya memanfaatkan orang lain sebagai sarana dalam meraih kepentingan-kepentingannya, namun juga menghargai dan mengembangkan kapasitas mereka untuk memilih secara bebas bagi diri mereka sendiri.”

Hal ini seperti menjadi perintah bagi kita untuk tidak memanipulasi, menipu dan mengeksploitasi orang lain demi tujuan kita secara pribadi. Tetapi dalam pandangan Kant ini tidak semua dapat mengidentifikasikan hak-hak moral khusus apa saja yang dimiliki oleh manusia. Oleh karena itu untuk mengetahui hak moral khusus apa saja yang dimiliki oleh seseorang, maka hal yang pertama harus kita ketahui adalah apa kepentingannya dan apakah ada alasan yang baik untuk memberikan hak yang dilindungi terhadap kepentingan tersebut.

2.2.7   Masalah Pada Pandangan Kant
Teori kant mendapati kritikan dari beberapa golongan utilitarianisme, dalam beberapa keberatan yang diajukan dapat digambrakan sebagai sebagai berikut:
a.    Pertama, salah satu hambatan dalam penerapan teori Kant ini adalah bahwa apakah semua orang akan akan bersedia mengikuti suatu kebijakan tertentu (pandangan Kant pertama). Kita ambil contoh si A adalah seorang pembunuh. Apakah si A setuju jika semua orang setuju bahwa seorang pembunuh harus dihukum? Dalam pandangan kita, kita akan setuju adanya hukuman bagi pembunuh tersebut, karena merasa kita perlu dilindungi untuk tidak dibunuh oleh pembunuh lain (efek jera), tapi bagaimana dengan si A atau jika kita diposisikan sebagai si A, tentunya kita tidak ingin untuk di hukum. Jadi mana yang benar?
b.    Yang kedua adalah tentang pandangan Kant bahwa seseorang dimanfaatkan sebagai sarana. Kita ambil contoh seorang atasan yang memperkerjakan seorang bawahan dengan upah yang sangat minim dan tidak bersedia memasang alat pengamanan yang mereka ingini. Namun atasan tersebut menghormati hak bawahan tersebut dengan memberikan kebebasan pada mereka untuk bekerja di tempat yang lain. Apakah hal ini termasuk hal yang etis?
c.    Ketiga, dalam konsep Kant, tidak ada batasan yang jelas terhadap perlindungan terhadap hak-hak moral tersebut dan bagaimana menyeimbangkan hak-hak yang mengalami suatu konflik tertentu atau merugikan orang lain. Kita ambil contoh polusi udara yang ditimbulkan oleh pabrik. Dalam kontex ini teori Kant tidak menjelaskan bagaimana membatasi dan hak mana yang lebih diutamakan. Bagaiamana menurut anda (jika anda menganut paham Kant)?

2.2.8   Keberatan Libertarian: Nozick
Banyak pendapat yang telah kita kupas pada wacana di atas tentang bagaimana para filsuf dan penganut paham tertentu mendefisinikan hak dan kewajiban. Kali ini, saya akan mencoba mengupas tentang pendapat seseorang filsuf Amerika Robert nozick. Nozick mengklaim bahwa satu-satunya hak yang dimiliki oleh orang adalah hak negative  Untuk tidak mendapatkan paksaan atau tekanan dari orang lain. Hak negative atas pembatasan diri dari pemaksaan, menurut nozick harus diakui jika semua orang ingin diperlakukan sebagai individu yang berbeda, dan masing-masing memiliki nilai moral yang tidak dapat dikorbankan demi kepentingan orang lain. Satu-satunya situasi dimana kita boleh melakukan pemaksaan terhadap orang lain adalah bila tindakan tersebut diperlukan agar dia tidak memaksa orang lain.
Hak yang dipaparkan Nozick ini memberikan pengertian pada kita bahwa setiap individu bahwa setiap invidu berhak menentukan pilihan dalam hidupnya dan menggunakan apapun yang didapat dari hasil kerjanya. Tapi agaknya Nozick dan kaum libertarian mengabaikan batasan yang harusnya menjadii focus utama dalam melaksanakan hak. Konsep keberatan ini dapat diperjelas bahwa kebebasan seseorang adalah suatu batasan bagi orang lain. Hal ini tentunya tidak dapat dihindari seperti ada hubungan kausalitas yang sedang terjadi, karena ketika seseorang diberi kebebasan maka kebebasan orang lain akan dibatasi untuk memberikan kebebasan pada orang tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar